Thursday 17 December 2015

Luqathah (Barang Temuan)


Hasil gambar untuk Definisi Luqathah

Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Definisi Luqathah
Al-Luqathah yaitu setiap harta yang terjaga yang dimungkin-kan hilang dan tidak dikenali siapa pemiliknya.

Dan lebih sering dipakai untuk selain hewan, adapun untuk hewan maka dikatakan dhaalah.

Kewajiban Orang Yang Menemukan Barang (Multaqith)
Barangsiapa menemukan barang, maka wajib baginya untuk mengetahui jenis dan jumlahnya, kemudian mempersaksikan kepada orang yang adil, kemudian ia menyimpannya dan diumumkan selama setahun. Apabila pemiliknya memberitahukannya sesuai ciri-cirinya, maka ia wajib memberikan kepada orang tersebut walaupun setelah lewat satu tahun, jika tidak (ada yang mengakuinya), maka ia boleh memanfaatkannya.

Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:

احْفَظْ وِعَاءَهَا، وعَدَدَهَا، وَوِكَاءَهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلاَّ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا.

"Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah."

Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun.’” [1]

Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ وَجَدَ لُقَطَةً فَلْيُشْهِدْ ذَا عَدْلٍ أَوْ ذَوَيْ عَدْلٍ ثُمَّ لاَ يُغَيِّرْهُ وَلاَ يَكْتُمْ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا وَإِلاَّ فَهُوَ مَالُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ.

"Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.’”[2]

Kambing Dan Unta Yang Tersesat (Hilang)
Barangsiapa yang menemukan kambing, maka hendaklah ia mengambilnya dan mengumumkannya, jika (pemiliknya) mengakuinya (maka dikembalikan kepadanya) kalau tidak, maka ia (boleh) memilikinya. Dan barangsiapa yang menemukan unta, tidak halal baginya untuk mengambilnya karena unta tidak dikhawatirkan atasnya.

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Datang seorang Badui kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya bertanya kepadanya tentang apa yang ia temukan. Beliau bersabda:

عَرِّفْهَا سَنَةً ثُمَّ اعْرِفْ َعِفَاصَهَاِ وَوِكَاءَهَا فَإِنْ جَاءَ أَحَدٌ يُخْبِرُكَ بِهَا وَإِلاَّ فَاسْتَنْفَقَهَا.

"Umumkan selama satu tahun, kemudian kenalilah tempatnya dan tali pengikatnya, apabila datang seseorang memberitahukan kepadamu tentangnya maka berikanlah, jika tidak maka belanjakanlah".

Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kambing yang tersesat?’ Beliau menjawab, ‘Itu milikmu atau milik saudaramu atau milik serigala.’ Ia berkata, ‘Bagaimana dengan unta yang tersesat?’ Maka wajah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berubah dan bersabda, ‘Apa hubungannya denganmu? Ia membawa sepatu dan kantong airnya, ia bisa datang ke tempat air dan memakan tumbuhan.’” [3]

Hukum (Menemukan) Makanan Dan Sesuatu Yang Remeh
Barangsiapa yang menemukan makanan di jalan, maka ia boleh memakannya, dan barangsiapa yang menemukan sesuatu yang remeh (tidak berharga) tidak menarik, maka ia boleh mengambilnya dan memilikinya.

Dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melewati sebiji kurma di jalan, lalu beliau bersabda:

لَوْ لاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ َلأَكَلْتُهَا.

"Seandainya aku tidak takut kalau ia dari (harta) shadaqah, niscaya aku akan memakannya.’”[4]

Luqathah Di Tanah Haram
Adapun luqathah (barang hilang) di tanah Haram, maka tidak boleh diambil kecuali untuk diumumkan selamanya, dan tidak boleh memilikinya setelah satu tahun seperti yang lainnya.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ مَكَّةَ فَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلاَ تَحِلُّ ِلأَحَدٍ بَعْدِي، وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، لاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا وَلاَ يُعْضَدُ شَجَرُهَا، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهَا، وَلاَ تُلْتَقَطُ لُقَطَتُهَا، إِلاَّ لِمُعَرِّفٍ.

“Sesungguhnya Allah mengharamkan Makkah, tidak halal bagi seorang pun sebelumku dan tidak halal bagi seorang pun setelahku, dan hanyalah di halalkan bagiku sesaat dari waktu siang. Tidak boleh dicabut ilalangnya, tidak di tebang pohonnya, tidak diusir buruannya dan tidak diambil luqathahnya kecuali bagi orang yang mengumumkannya.” [5]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/78, no. 2426), Shahiih Muslim (III/1350, no. 1723), Sunan at-Tirmidzi (II/414, no. 1386), Sunan Ibni Majah (II/837, no. 2506), Sunan Abi Dawud (V/118, no 1685)
[2]. Shahih: [Shahih Sunan Ibni Majah (no. 2032), Sunan Ibni Majah (II/837, no. 2505), Sunan Abi Dawud (V/131, no. 1693)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/80, no. 2427), Shahiih Muslim (III/1348, no. 1722 (2)), Sunan at-Tirmidzi (II/415, no. 1387), Sunan Ibni Majah (II/836, no. 2504), Sunan Abi Dawud (V/123, no. 1688).
[4]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/86, no. 2431), Shahiih Muslim (II/752, no. 1071), Sunan Abi Dawud (V/70, no. 1636).
[5]. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1751), Irwaa-ul Ghaliil (no. 1057)], Shahiih al-Bukhari (IV/46, no. 1833).

No comments:

Post a Comment